"Tidak bakal susah orang yang hidup sederhana." Demikian sabda Nabi
Muhammad SAW dalam riwayat Imam Ahmad. Hadits ini hanyalah salah satu dari
sekian banyaknya sabda Nabi yang menyerukan pentingnya hidup sederhana. Dan,
prinsip kesederhaan ini tidak hanya terucap melalui kata-kata tetapi juga
mengejawantah dalam laku keseharian beliau.
Mungkin bukan kapasitas saya
untuk membicarakan persoalan “Hidup Secukupnya” secara ekonomi maupun
sosiologi. Namun yang ingin saya sampaikan
disini adalah sebuah ajakan untuk kita dapat berefleksi atau bercermin melalui
fakta hidup yang banyak kita lalui. Bukan untuk membenarkan atau menyalahkan
kehidupan seperti ini, namun untuk menarik garis merah kehidupan ke depan dari
sini agar menjadi pelajaran-pelajaran yang membuat kita menjadi manusia lebih
baik.
Pemburu-pemburu
kenikmatan. Mungkin itu sebutan yang tepat bagi orang yang hidup dijaman modern
ini. Mereka yang mempercayai kapitalisme sebagai mesin pendorong peradaban,
malah menyebut kenikmatan sebagai awal dari pertumbuhan dan kemajuan. Kalau
tanpa kenikmatan, bukankah semua ini jadi tidak hidup dan stagnan? Demikianlah
kira-kira pertanyaan awal mereka dalam melakukan pencaharian.
Dari
sinilah kemudian lahir setiap hari
jutaan pemburu kenikmatan yang tak dapat dihindari. Ada yang memburu melalui
jalur seks. Ada yang mencarinya melalui hobby dan berkoleksi motor gede (Moge),
mobil built up, main golf, rumah
mewah secara sangat berlebihan. Ada yang mengejarnya melalui tangga-tangga
kekuasaan. Bahkan ada dengan cara yang terlampau salah. Serta masih banyak lagi
lainnya. Digabung menjadi satu, benar kata kaum kapitalis, kenikmatanlah awal
dari kemajuan dan pertumbuhan.
Ada
seorang sahabat bertutur tentang pengalamannya ketika ke pantai Natsepa di Kota
Ambon yang kemudian dia mendapati ada yang menjual rujak. Ingat kalau dia
sangat merindukan rujak yang selama ini kalau rujak adalah salah satu makanan
vaforitnya dan sudah lama tidak dimakan, apalagi ditambah rujak Ambon adalah
rujak yang memiliki nilai rasa tersendiri. Dengan bernafsuh dia makan rujak
tersebut seakan ingin memberi kesan kalau ini
semua harus dibalas sepuasnya atas lamanya kerinduan terhadap makanan
ini. Dan lupa kalau memiliki penyakit
maag yang sering kambu. Tidak lama kemudian penyakit maag datang menyiksa hingga
harus mendapat perawatan rumah sakit.
Demikian
pula petunjuk Al-Qur’an supaya kita sederhana dalam menggunakan harta yang
diberikan Allah dalam surat Al-A’raf : 31:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu
yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan. (Al – A’raf- 31)
Sebuah
cerita yang menuturkan tentang nasib seseorang. Dengan latar belakang masa muda
yang demikian ketat, maka begitu orang tuanya meninggal hampir semua kenikmatan
terutama kenikmatan seks dikejar habis-habisan tanpa memandang waktu. Tidak
lama kemudian, tidak hanya sekolahnya yang berantakan. Dia pun mulai kena
penyakit seks yang menakutkan.
Dari
ilustrasi di atas sesungguhnya masih ada banyak cerita sejenis dengan makna
serupa. Apa pun itu, yang jelas, segala bentuk kenikmatan yang datang dari luar
entah makanan, seks, harta dan lain-lain memerlukan kesipan badan dan jiwa. Di
tingkat yang tepat (tidak kurang tidak lebih), kenikmatan dari luar tadi
menjadi sahabat. Di tingkat yang tidak tepat apa lagi yang berlebihan, maka dia
menjadi musuh yang berbahaya. Bagi anda yang suka sekali nasi goreng, makanlah
sepuluh piring. Pencinta sate kambig, makanlah seribu tusuk. Dengan semua
langkah ini, bukankah neraka langsung menghadang di depan mata?
Sebagai
mana islam berpandangan tentang kehidupan seperti ini. Islam selalu mengajarkan
agar manusia hidup tidak terlalu berlebihan, maka Allah Swt. berfirman :
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu)
di tengah-tengah antara yang demikian.”
(Al- Furqon:67)
Sebagai
ilustrasi lain, bila anda bertanya kepada keserakahan dimanakan rumah yang
paling dia kunjungi? Jawabannya adalah rumah orang kaya sebab di sana dia akan
menjadi ‘Raja’. Lihat saja sendiri, bagaimana orang kaya dijebak dan dibuat
menderita oleh kekayaannya. Harta yang berlimpah memproduksi ketakutan akan kehilangan
yang membuat imsomnia. Asuransi kehidupan yang menggunung membuat sejumlah
orang tua mencurigai anak-anaknya. Sisa harta kehidupan yang melimpah (baca :
warisan) tidak jarang membuat anak cucu pecah berantakan. Demikian juga
sebaliknya. Orang yang teramat miskin juga dibuat menderita oleh kemiskinan.
Kelaparan, kekurangan gizi, penyakit hanyalah sebagian saja dan
perangkap-perangkap kemiskinan yang mencelakakan.
Seperti
ayunan bandul, semakin keras semakin bernafsuh seseorang dengan kebahagiaan, semakin
keras juga kesedihan menggoda. Ini juga yang dapat menjelaskan bagaimana
penikmat kebahagiaan secara berlebihan tanpa disertakan rasa syukur kemudian
digoda kesedihan juga yang berlebihan. Anda bisa lihat sendiri bagaimana data
WHO menunjukan tingginya pemakai pil tidur oleh bangsa Amerika Serikat sebagai
salah satu tempat pencaharian kebahagiaan ala tanpa Hidup Secukupnya.
Belajar
dari sini, penting dan teramat penting untuk segera mungkin menemukan titik
cukup dalam kehidupan. Titik ini memang tidak absolut, masih bisa untuk diperdebatkan
dan berbeda dari satu orang ke orang yang lain.
Entah
bagaimana anda menemukan kehidupan yang cukup. Bagi saya, tidak salah bila anda
mau mencoba untuk mengikuti rumus dengan kata kuncinya adalah pengeluaran.
Sebab dia lebih controlable dibandingkan dengan pendapatan. Dengan
persentase pengeluaran yang tidak boleh lebih dari lima puluh persen dari
pendapatan, siapa pun akan aman secara keuangan. Garis pembatas cukup, dari
kehidupan saya adalah setengah dari pendapatan. Sisahnya silahkan sisahkan
untuk persiapan hari depan.
Banyak
juga yang bertanya tentang godaan untuk tidak melebihi limit lima puluh persen.
Dalam pemahaman seperti ini godaan sebenarnya bukan datang dari luar, tetapi
seberapa cermat kita menjaga ‘jendela-jendela’ hawa nafsu. Mata, mulut hidung,
telinga, perasaan adalah jendela-jendela hawa nafsu yang sebaiknya kita jaga
secara cermat. Dengan demikian dapat dijamin terkendalinya situasi dalam diri
kita.
Sebagai
ilustrasi, saya mengurangi untuk datang ke tempat-tempat yang barangnya tidak saya
butuhkan. Tempat-tempat yang menghaburkan namuntidak memberi manfaat. Ia hanya
menimbulkan kebutuhan-kebutuhan baru yang membuat kami berhitung, untuk
kemudian kami menyimpulkan bahwa uang tidak cukup. Saya mendidik diri untuk
tidak membandingkan diri dengan teman maupun tetangga. Alangkah baiknya
kelenturan hidup perlu ditanamkan. Ketika hidup naik, nikmati lah kenikmatan
hidup di saat naik. Demikian juga kalau sebaliknya. Satu hal yang paling
penting adalah cobalah sesering mungkin untuk berani mengatakan cukup pada
jumlah uang yang kita miliki.
Memang
tidak gampang dan semudah yang kita pikirkan untuk menjalankan cara hidup
seperti ini yang dimulai dari awal. Namun, dengan sedikit kesabaran dan
disiplin diri serta komitmen diri, sinyal-sinyal hidup secukupnya pun cukup
sering datang dalam kehidupan kita. Terlepas dari itu semua teramat sangat
untuk kita lebih bersabar dalam menghadapi kehidupan ini.
Allah Swt
dengan segala firmannya yang tertera didalam Al-Qur’an tentang kesabaran adalah
:
1). Sabar
dari meninggalkan kemaksiatan karena takut ancaman Allah, Kita harus selalu
berada dalam keimanan dan meninggalkan perkara yang diharamkan. Yang lebih baik
lagi adalah, sabar dari
meninggalkan kemaksiatan karena malu kepada Allah. Apabila kita mampu muraqabah
(meyakini dan merasakan Allah sedang melihat dan mengawasi kita) maka sudah
seharusnya kita malu melakukan maksiat, karena kita menyadari bahwa Allah Swt.
selalu melihat apa yang kita kerjakan. Sebagaimana tertulis dalam firman-Nya,
di surah Al Hadid ayat 4 ”
…….. Dan
Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu
kerjakan”
2).
Tingkatan sabar yang kedua adalah sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada
Allah, dengan
terus-menerus melaksanakannya, memelihara keikhlasan dalam mengerjakannya dan
memperbaikinya. Dalam menjalankan ketaatan, tujuannya hanya agar amal ibadah yang
dilakukan diterima Allah, tujuannya semata-mata ikhlas karena Allah Swt.
Tidak
ubahnya dengan tanaman, pupuk yang terlalu banyak bisa membuat kematian. Tidak
pernah diberi pupuk juga membuatnya mati. Kadar pupuk yang cukup sangatlah
penting. Kita manusia juga sama. Kekayaan dan kekuasaan yang kita kejar sangat
keras, menguras banyak energi, bahkan menanggung resiko sakit sekalipun. Apalagi
hasil yang didapatkan adalah dari hasil kerja yang salah, selalu mendatangkan
keperluan yang jarang ditemukan diawal pencaharian bahkan dengan jumlah
transaksi yang besar dan terkadang melebihi dari yang telah kita hasilkan.
Mungkin ada yang bertanya, kenapa ini bisa terjadi, sebuah kebutuhan yang tidak
pernah terjadi dikala kita masih sesederhana dulu? Inilah hukum alam yang mau
atau tidak, suka atau tidak suka semua itu akan datang secara radikal untuk
menunjukan eksistensinya dalam kehidupan.
Untuk
apa semua kita peroleh ternyata hanya menciptakan racun dan petaka baru. Hidup
akan penuh dengan kesia-siaan dan tidak bermakna, kalau setelah berlari kencang
sangat jauh menghabiskan keringat dengan waktu tempuh yang demikian lama
kemudian ternyata di garis finish yang kita dapatkan hanyalah sebuah tiang
gantungan?
Marilah
kita amalkan hidup sederhana sampai dengan petunjuk agama kita , melalui
tauladan Rasulullah SAW agar kehidupan kita mendapat rahmat Allah SWT yang
telah ditulis dalam Al – Qur’an surat Al –Furqon :
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan.”(Al – Furqon :63)
0 komentar:
Posting Komentar